Langsung ke konten utama

Menyetubuhi Kopi


MENYETUBUHI KOPI
                Sore ini gerimis turun lagi. Dingin dan hangat berpadu menghasilkankan sebuah kekuatan hipnotis yang menegakkan bulu roma. Sendi-sendi kokohku perlahan kian melemas. Tunduk akau dalam sendiri, kaku tertelan di kedalaman diam. Pacu adrenalinku seolah menghilang, mati tak berdaya. Keseimbangan otak kiri - otak kanan yang selama ini kuandalkan lunglai dalam ketakberdayaan. Mataku menatap kosong pada pigura bening di hadapanku. Ia kabur berlumur bercak-bercak bening hujan terciprat. Antara sadar dan setengah sadar, tanganku mulai menggerayangi lekuk mulus cangkir itu. Ada cairan pekat hangat beruap memikat. Aroma khasnya menggelitik menusuk-nusuk kedua rongga hidungku. Ruang jangkau penglihatanku terkurung dalam kilau-kemilaunya yang tak terkatakan.
                Ia menurut saja mengikuti gerak perlahan tanganku. Begitu polos, tak melawan sedikitpun. Ada kehalusan lembut terpancar dalam lugu, polos, dan diammnya saat ia kupagut pada pinggir tipis bergaris emasnya. Cairan hangat pekat itu mengalir keluar, deras membanjir. Basah merembes perlahan menyapa setiap detail sensitif saraf rasaku. Ah, apalagikah yang dapat terkatakan saat dua cairan berbeda berat jenis dan warna menyatu di atas empuk indera kecapku. Nikmat itu seakan mengambil kendali atas akal sehatku. Ia menggerogotiku hingga ke sudut-sudut dan pinggir lima indera manusiawiku. Benar-benar ia menjajah otonomitas rasaku dan pada saat yang sama terbatalah beribu kata, bungkamlah sejuta bahasa. Kenikmatan yang tercipta menghempas keras berlembar-lembar buah pena mutiara para pujangga. Puisi berguguran laksana dedaunan kering di terpa angin timur.
                Di beku lembah asing ini ada gulat-gelut abadi. Saat dua eksistensi berlainan genus, aku dan dia, mulai bergantian mereguk dan direguk dalam nikmat. Perlahan, pelan dan mengalun dalam satu irama dua detak jantung yang berbeda. Sungguh tak terkatakan bahkan dalam rumusan puitis melankolis seorang pujangga kaliber sekalipun. Berpikir untuk merumuskan sepatah katapun aku tak kuasa. Nikmat yang tercipta seakan tak pernah akan menginjak satu titik puncak manapun. Karena setiap detik yang terlewatkan adalah puncak. Ah, mungkin katamu itu terlalu berlebihan. Tetapi, sesungguhnya hanya itulah yang mampu kukatakan dalam segala kemampuan rumusan kata-kataku. Adalah lebih baik jika kucukupkan saja, sebelum kata-kata miskinku ini terlalu banyak berkata-kata dan membuat sempit sesuatu yang tak sesungguhnya tak bisa kukatakan secara sempurna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Dongeng Manggarai Timur, Mbo' Ete

MBO’ ETE             Teringat sepotong dongeng (tombo nengon) masa kecil yang sangat menarik tentang Mbo’ Ete (Nenek Ete) . Terjemahan dalam bahasa Indonesianya kira-kira seperti berikut: “Pada zaman dahulu hiduplah seorang nenek bernama Ete (Mbo’ Ete). Ia hidup sendirian dan hanya ditemani dua ekor anjing [1] kesayangannya. Pada suatu hari ia mendapat undangan dari Mbunga dan Ndilan untuk mengikuti acara ‘rebo’ anak’ mereka (pemberian nama seorang anak) yang juga merupakan cucunya. Mbunga dan Ndilan tinggal di langit. Konon, kala itu jarak antara langit dan bumi masih sangat dekat. Buktinya sampai sekarang ‘betong’ (pohon bambu) melengkungkan pucuknya ke bawah karena tidak bisa lagi bertumbuh ke atas. ‘Doong le langit’ (pertumbuhannya tertahan oleh langit). Langit dan bumi hanya dihubungkan oleh ‘wase azo’’ (sejenis pohon bertali di hutan). Sampai pada hari yang ditentukan, pergilah Mbo’ Ete ke lagit ditemani kedua ekor ...

MAWAR DAN ROSARIO

MAWAR MERAH dan ROSARIO 1.    Pengantar Dalam riwayat hidup St. Montfort kita mengetahui bahwa sejak usia kanak-kanaknya ia sangat mencintai doa rosario. Dalam salah satu kisah, diceritakan bahwa ia menjadi rasul Bunda Maria bagi saudara-saudari dan teman-teman sepermainannya. Ia sering mengajar dan mengajak mereka berdoa rosario. Seorang adiknya yang bernama Guyonne-Jeanne pernah merasa bosan berdoa rosario bersamanya, saat itulah ia berkata kepada adiknya: “Kalau kamu berdoa rosario kamu akan menjadi cantik sekali.” Dari kisah ini kita dapat melihat dengan jelas keintiman relasi Montfort dengan Rosario. Dalam buku Rahasia Rosario St. Montfort mengulas banyak hal tentang Rosario. Dalam penjelasan-penjelasan yang disampaikan Montfort, ia menjelaskan Rosario dengan analogi bunga mawar. Tulisan kecil ini mencoba mendalami bagaimana penjelasan St. Montfort dalam judul Mawar Merah. Kita akan mulai dengan melihat sesuatu di luar teks tentang bunga mawar dalam sejarah. L...

Makna ikon dalam Gereja Katolik

KEAGUNGAN TUHAN DALAM IKON Pengantar             Manusia adalah makhluk berbudaya. Manusia mengekspresikan dirinya melalui kebudayaan yang ia miliki. Demikian pula halnya dalam pengungkapan imannya. Manusia mengungkapkan imannya juga dalam kebudayaannya. Iman pertama-tama memang berkaitan dengan hubungan antara manusia dan Tuhan. Tetapi manusia hidup bersama orang lain di tengah masyarakat. Hidup sosialnya turut menentukan hidup imannya. “Allah menyelamatkan orang-orang bukannya satu per satu, tanpa hubungan satu dengan lainnya”(LG 9). [1] Boleh dikatakan bahwa manusia menjawab wahyu Tuhan dengan sosialitasnya, dengan kebudayaannya, dan dengan kemampuannya. Salah satu produk kebudayaan manusia adalah seni. Manusia mengekspresikan imannya melalui kesenian yang diciptakannya. Gereja katolik tidak bisa terpisahkan dari seni. Hal itu tampak dalam bangunan (seni lukis, seni pahat, dan seni ukirnya), lagu-lagu atau musik ger...